Ramona dan Rumah Baru
Minggu pagi ini saya habiskan menonton siaran Televisi, kita seringkali menyebutnya TV saja. Ramona entah kenapa rajin sekali masak pasta, tiga hari terakhir ini saya sarapan pasta. Pastanya enak, memang, meskipun hanya pasta instan hasil belanja awal bulan kemarin. Mungkin karena Mona yang masak, maksudnya karena orang lain yang masak. Mona juga suka berarti, atau hanya karena dia tahu saya suka? Yang terakhir, bagian dari kepercayadirian saya. Jadi laki-laki itu harus percaya diri, kalau tidak, bagaimana orang lain mau percaya sama kita? Ya, ada benarnya. Minumnya Nutrisari hangat, biar semuanya jadi hangat, ujar Mona.
Pasta, Nutrisari dan TV bikin hangat. Hangat, akhir-akhir ini, berubah jadi sesuatu yang berharga. Mona, baru saja pindah tempat kost. Sebetulnya kali ini lebih boleh dibilang rumah. Rumahnya ini sekarang terletak di bagian atas kota Bandung, bukan tepat di atas kota Bandung maksudnya, tapi di tempat yang lebih tinggi daripada rata-rata kota Bandung. Dan di tempat semacam ini, udaranya dingin luar biasa. Itu, itulah kenapa saya bilang bahwa kehangatan sekarang berubah menjadi sesuatu yang berharga. Seperti halnya rumah ini, rumah yang pagi ini kami pakai untuk menikmati Minggu pagi sama-sama. Berharga.
Rumahnya tidak besar, ada dua kamar tidur, satu kamar mandi, ruang tamu, lalu ada dapur. Dapur mungkin juga alasan kenapa Mona jadi rajin masak.
Satu kamar tidur Mona jadikan semacam ruang kerja, dia bilang. Namun anehnya, ruang kerja ini isinya rak buku dan sebuah sofa tua yang sebelum pindah ke sini sudah saya bungkus ulang karna kulitnya sudah banyak yang rusak, sisanya kosong. Lantainya diberi karpet, karpet saya, warnanya satu nada dengan bungkus sofa, hijau yang lebih tua dari pada hijau-hijau lainnya. Dinding kamar saya gantungi poster Rage Against The Machine dan Incubus pindahan dari kamar saya di rumah, ada poster Ramones juga dari kostan lama Mona, terus saya beli poster Clockwork Orange dua hari lalu di Buahbatu, saya gantung juga di sana. Semua poster diblok. Bagus. Harus bagus, kalau tidak buat apa saya bayar mahal? Satu hal lain yang juga saya suka adalah di sebelah Barat kamar ada jendela cukup besar, sehingga ketika sore tirai harus sudah ditutup karena agar tidak panas. Tirai itu tidak solid, kainnya berongga seperti renda, kotak-kotak kecil saja supaya tidak tampak seperti pakaian dalam wanita tahun ’60an. Rongga-rongga tadi bikin cahay tidak masuk semua, dan dinding seputaran kamar jadi punya motif, kota-kotak semua karenanya. Tapi muka kamu juga akan bermotif kalau ada di kamar itu, sore-sore.
Satu kamar tidur lagi tentu saja tidak dialihfungsikan, tetap jadi kamar untuk tidur. Sebelum pindah, Mona beli satu tempat tidur besar, yang menurut saya terlalu besar. Diberinya tempat tidur itu bed cover yang warna merah, biar terlihat mewah, katanya. Padahal menurut saya malah jadi terlihat merah. Dinding-dindingnya dicat merah yang jauh lebih muda, tentu saja bukan karena merah itu lahir setelah merah-merah yang lain. Ada juga lemari pakaian, meja untuk simpan-simpan bermacam riasan, serta meja kecil untuk Mona bisa simpan apa-apa yang tidak cocok disimpan di tempat lain. Buku yang sedang dia baca sebelum tidur misalnya, atau apapun yang dia ingin simpan di situ, bukan urusan kita. Kamar ini ada pengatur suhunya, tapi tidak pernah dipakai sekalipun kecuali saat kami datang ke sini buat lihat-lihat sebelum rumah ini Mona sewa. Pengatur suhu lain ada di bawah, di ruang tamu, yang ini sering difungsikan.
Saya lupa sebutkan, rumah ini punya dua lantai, juga ada satu lantai tambahan di atas yang hanya ditutupi kanopi dan ruangan kecil untuk boleh simpan banyak baang yag tidak harus dilihat orang lain. Seringkali karena itu dus-dus bekas yang tidak harus tampak menghiasi ruangan lain. Lantai paling atas ini dibuat sedemikian rupa sehingga hanya untuk tempat Mona cuci pakaian. Kelak, saya akan bawa banyak tanaman untuk ditanam di sana, dalam pot-pot kecil. Semata-mata hanya karena saya suka melihat mereka tumbuh. Juga karena saya tidak suka binatang, mereka tidak mau diam.
Lantai paling bawah adalah dapur dan ruang tamu. Yang tadi saya bilang kami sedang tonton TV itu di sini, di dapur, di lantai paling bawah. Ruang tamunya kecil, lebih kecil dari dapur yang punya wastafel, tempat simpan kompor, tempat untuk iris-iris masakan, kulkas dan dua kursi dan satu meja kecil untuk kami bisa makan. Ruang tamu hanya punya satu kursi kecil dan meja yang juga kecil biar serasi. Banyak jendela di sana. Sebelah ruang tamu adalah garasi, tempat Mona boleh simpan mobil kelak kalau punya. Saat ini, dihuni motor saya sendirian kalau sedang ada di sini. Juga sepeda Mona, yang akan jarang dipakai kecuali ke warung, katanya. Tidak mungkin dia pakai kerja, rumah ini jauh dari tempat kerjanya.
Dan rumah ini tidak punya halaman. dengan begitu saya merasa iri dengan tetangga Mona yang halamannya luas-luas. Tapi Mona tidak iri, dia sering bilang kalau dia beruntung. Beruntung atasannya mutasi kerja ke ibukota lalu mau menyewakan rumah ini dengan harga teman. Punya teman memang menyenangkan, dalam hal ini memurahkan.
Begitulah, atas dasar rumah baru yang ditinggalinya sekarang kami duduk di dapur sambil nonton TV dan kemudian bicara banyak hal. Hal-hal seperti keluhan dan kesenangan. Diantaranya yang paling saya ingat adalah permintaan Mona untuk tinggal satu rumah, di sini. Alasannya, Mona kasihan kalau tiap hari kerja saya bolak-balik jemput dia pagi-pagi. Ah, Ramona, bilang saja kalau kamu pengen selalu dekat sama saya. Hehhe.