Lembang Trip: Orchid Forest, Tahu Sumedang Renyah, Ayam Goreng Brebes, dan Genesis Coffee
Selalu senang kalau ada libur di tengah minggu, seperti hari Rabu lalu, saya jadi punya banyak waktu untuk diluangkan bersama keluarga. Tujuan kami Rabu kemarin adalah sebuah tempat wisata yang terletak di Cikole, Orchid Forest, tapi ternyata ada beberapa tempat yang akhirnya kami kunjungi tanpa direncanakan. Berikut adalah rangkuman jalan-jalan saya dan keluarga ke Lembang, Rabu 6 April 2019 kemarin.
Oh ya, saya juga mendokumentasikan perjalanan Rabu kemarin dalam sebuah vlog entry di channel youtube saya. Video akan diembed di akhir post, atau langsung klik di sini.
Tahu Sumedang Renyah
Sebagian besar dari rombongan belum sarapan pagi itu, jadi saat dijalan saya mencari tempat sarapan. Ada satu tempat yang menarik perhatian kami karena tempatnya terlihat baru dan unik, belum lagi namanya, Tahu Sumedang Renyah.
Tahu Sumedang kok di Lembang? Padahal Lembang kan juga punya tahu khas, Tahu Lembang.

Biasanya saya menikmati tahu di Sumedang saat dalam perjalanan menuju rumah nenek dari Abah (Ayah saya). Abah memang berasal dari Majalengka, jadi sejak kecil setidaknya satu tahun sekali kami sekeluarga menikmati makan tahu di Sumedang. Jadi boleh dibilang saya faham betul bagaimana sebuah tahu bisa disebut sebagai tahu Sumedang.

Dan di tempat ini, di Lembang, saya bertemu dengan tahu yang terasa seperti tahu yang dijajakan para penjual tahu di Sumedang. Tahu Sumedang itu biasanya bagian luar dari tahu terasa renyah, kering, sementara bagian dalamnya tidak terlalu padat. Bagian dalamnya tidak juga kopong, seperti memiliki tekstur yang lembut, tampilannya seperti busa mungkin ya? Intinya adalah tahu Sumedang ini kering di luar namun lembut di dalam. Hasil dari kedelai yang diolah sedemikian rupa dan tahu yang digoreng dengan minyak yang banyak dalam api yang besar.
Lontongnya juga khas, tidak terlalu besar. Biasanya saha habis 2 atau 3 buah lontong, masing-masing lontong menghabiskan 2 – 3 tahu. Ada hitungannya ya. Hehhe..

Di sini, tahu dicocol (dicolek) ke sambal kecap yang lumayan pedas. Di beberapa tempat di Sumedang ada yang sambal kecapnya malah dicampur tauco. Ada yang lebih senang makan tahu dan lontong dengan cengek (rawit), bebas, selera kan.
Saya lupa tanya harga per tahu dan lontongnya, tapi 40 tahu dan 10 lontong yang kami nikmati pagi itu tidak sampai Rp. 100.000,-. Minumnya diberi teh tawar panas gratis. Kesimpulannya sarapan yang tepat, karena tidak terlalu kenyang, cukup mengganjal sampai makan siang nanti.
Orchid Forest
Sebetulnya ini bukanlah kunjungan pertama kami ke Orchid Forest, sebelumnya saat Kinanti masih belum satu tahun kami juga pernah berkunjung ke sini. Saat itu, Orchid Forest masih bebenah karena pembangunannya belum rampung. Dan kesan yang kami rasakan tahun lalu adalah betapa luasnya tempat ini.

Itulah kenapa Ami bersikeras untuk kembali lagi ke sini, mengingat anak kami suka sekali tempat terbuka yang luas seperti ini. Belum lagi, saat ini banyak bagian yang tahun lalu belum bisa dinikmati.
Betul saja, Kinanti senang sekali bermain di Orchid Forest. Lelarian kesana-kemari, melihat pohon-pohon pinus yang tinggi dengan udara Cikole yang sejuk.

Jualan mereka sepertinya adalah sebuah kawasan yang sangat bagus untuk dikunjungi oleh wisatawan yang doyan foto, banyak sekali titik yang diperuntunkan untuk berfoto di sini. Meskipun lelah karena jalannya yang terus menurun, kedua nenek Kinanti bahagia karena banyak-banyak swafoto yang bisa diambil.
Di Orchid Forest juga banyak tempat yang terbuka, dengan alas rumput. Tebakan saya ini disiapkan sebagai tempat untuk gathering, seperti beberapa lokasi di Cikole lainnya. Beberapa menit masuk, saya bertemu satu rombongan dengan baju seragam, nah kan betul banyak yang memanfaatkan tempat ini sebagai lokasi gathering.

Selain untuk wisata bersama keluarga, Orchid Forest ini memang tepat sekali untuk dijadikan tempat gathering. Terletak di Cikole, Lembang, cuaca di sini sejuk karena jauh dari perkotaan. Kawasannya dipenuhi pohon pinus, lebih tepat harusnya disebut dengan Hutan Pinus daripada Hutan Anggrek. Saya jarang liat anggrek di tempat ini soalnya.
Saat liburan tempat ini bisa dipastikan sangat penuh, bahkan saat saya datang lebih pagi kemarin kami sudah kehabisan pakir di dalam. Jadi terpaksa parkir di luar, di pinggiran jalan, walaupun memang bukan jalan terbuka karena mereka berada dalam kawasan tertutup Cikole.

Beberapa ratus meter masuk ke kawasan ini kita akan diminta untuk membayar tiket masuk untuk orang dan parkir mobil. Siapkan Rp. 30.000,- per orang, serta Rp. 10.000,- per mobil. Tiket-tiket ini bisa ditukar dengan air mineral di gerbang keluar nanti.
Setelah membeli tiket, pintu masuk ke area Orchid Forest ternyata masih jauh. Pintu masuk dan parkiran berada di paling ujung atas tempat ini. Jadi kita akan terus jalan menurun dari pintu masuk ke pintu keluar nanti. Jangan khawatir, ada shuttle yang akan membawa kita kembali ke atas selepas pintu keluar.


Selain menawarkan ruang terbuka yang luas serta kesejukan udara Cikole, di Orchid Forest juga bisa ditemukan area khusus untuk berinteraksi dengan kelinci. Anak-anak bisa bermain dengan kelinci yang dilepaskan di sekitar area tersebut. Ada juga kelinci yang disimpan di dalam kandang. Keduanya bisa diberi makan, dengan membayar Rp. 8.000,- kita akan diberi wotel sebanyak 3 buah. Lumayan lah, Kinanti memang senang sekali memberi makan kelinci sambil bermain dengan mereka, seperti saat bermain di Miniapolis 23 Paskal.
Jangan khawatir, di pintu keluar area ini ada pancuran air untuk mencuci tangan kita yang sudah memegang kelinci. Masuk area ini gratis, kalau tidak akan membeli wortel tadi. Hati-hati, karena banyak kelinci yang berkeliaran maka kotorannya ada di mana-mana. Hati-hati juga jangan sampai mereka tertendang atau terinjak ya.


Di sini ada juga playground atau area bermain untuk anak kecil, masuk ke playgroundnya juga harus membayar tambahan sebesar Rp. 40.000,- sudah termasuk satu orang pendamping. Permainannya lumayan banyak, perosotan, sepeda-sepedaan, lalu ada semacam kastil untuk mereka berlari menyusurinya. Ada juga mini flying fox, meluncur dengan bergantung kepada seutas tali. Kinanti berani naik ini, tapi masih saya pegangi.


Sebagai tujuan utama, Orchid Forest memenuhi harapan saya dan Ami agar Kinanti bisa bermain di udara terbuka dan berinteraksi dengan binatang kesukaannya, kelinci. Cukup lama kami habiskan waktu di sini. Ami, dan kedua nenek Kinanti juga puas foto-foto untuk Instagram.



Menjelang makan siang kami melanjutkan perjalanan untuk mencari makan siang, rencana awal adalah makan di Punclut namun karena perut sudah lapar dan lalu lintas cukup padat akhirnya saya putuskan untuk mencari tempat makan yang lebih dekat.
Di tengah jalan Mamah (Ibu saya) melihat deretan penjual buah-buahan dan sayuran di pinggir jalan menuju Lembang, kami berhenti sebentar dan membawa pulang beberapa buah-buahan serta sayuran untuk persediaan di rumah masing-masing. Harganya lumayan murah, karena buah atau sayur jualannya diambil dari sekitar Lembang yang tidak jauh dari tempat tersebut.


Ayam Goreng dan Bakar Brebes
Terletak tidak jauh dari Tahu Sumedang Renyah yang tadi pagi kami kunjungi, Ayam Brebes ini terkenal dengan ayam goreng dan bakarnya (tentu saja). Tempatnya lumayan luas, bisa menampung rombongan yang cukup besar. Sayangnya parkirannya terbatas, hanya memanfaatkan pinggiran jalan Lembang.

Selain memesan ayam goreng dan ayam bakar, kami juga memesan karedok. Enak sekali karedoknya. Saya pribadi memesan gepuk, kurang begitu enak kalau boleh jujur. Terlalu berminyak.

Kami hanya makan siang saja di sini, sekitar 40 menitan. Langsung melanjutkan perjalanan ke tempat berikutnya yang sudah direncanakan.
Harga makanan di sini standar harga tempat wisata, maksud saya adalah lumayan rada mahal.
Genesis Coffee
Pemberhentian keempat adalah sebuah kedai kopi yang sudah ingin saya datangi sejak lama, namanya Genesis Coffee.

Kenapa saya ingin mengunjungi Genesis Coffee? Karena di sini bukan hanya ada kedai kopi yang hanya menjual minuman olahan kopi, tapi di Genesis ada pabrik pengolahan kopi! Menarik bukan? Sebagai penikmat kopi pemula, bagi saya, sangat menarik.
Sayangnya, karena saat itu merupakan hari libur nasional, pabriknya tutup. Sedikit kecewa memang, namun kekecewaan saya terobati karena sajian kopinya yang enak. Lagipula, saya cukup senang bisa melihat gudang mereka, meskipun hanya dari luar.
Beberapa mesin juga dipajang, mungkin mesin yang sudah tidak terpakai. Tapi saya cukup senang.

Mengobrol dengan salah satu pemiliknya selama beberapa menit, saya mengerti bahwa mereka memulai Genesis sejak empat tahun lalu. Biji-biji kopi yang diolah di sini datang dari seluruh Indonesia, beberapa kopi dapat impor juga mereka olah, tapi tidak sebanyak biji Indonesia. “Kopi kita kan enak-enak, Om”, tambahnya.
Bukan hanya kopi, mereka juga mengolah cokelat. “Permintaannya semakin hari semakin meningkat seiring semakin banyak kedai kopi baru”, ujar sang pemilik sambil memberikan instruksi kepada baristanya.
Barnya tersembunyi di sebelah kiri panggung (ada panggung untuk live music di sana), masuk ke dalam ruangan yang gelap dengan pencahayaan ala museum (spotlighting). Di dalam, pajangannya bukan cuman bungkus-bungkus kopi yang dijual, tapi ada juga alat-alat brewing yang menurut saya lumayan lengkap.




Koleksi kopi yang dijual per bungkusnya banyak sekali, buaaaanyak! Percaya deh, kalau anda penggemar kopi, pasti betah ada di tempat ini. Karena koleksinya yang banyak, jadi kita bakal bingung sendiri mau milih apa. Saya akhirnya pesen Kerinci natural process, pakai v60. Kalau dari spektrum di atas, berarti yang agak “herang” lah kopinya. Hehhe..
Ternyata Kerinci enak, termasuk biji yang menghasilkan kopi lumayan kuat, impresi pertama saya adalah ini terasa sangat fruity.


Menurut saya, tempat ini bagus sekali, apalagi kalau disediakan juga semacam tur yang menjelaskan bagaimana kopi diproses sambil melihat-lihat pabriknya. Atau setidaknya tayangkan sebuah video edukasi tentang kopi, misalnya.
Tempatnya juga nyaman, walaupun kita sedang berada di dalam gudang penyimpanan, tapi tetap terasa seperti di cafe dengan konsep yang bagus.


Lumayan lama kami ngopi di Genesis, tapi teringat belum shalat Dzuhur jadi buru-buru pulang. Di Genesis sebetulnya ada mushala, namun karena letaknya di pabrik jadi kurang nyaman. Masih pukul dua lebih saat kami keluar dari Genesis, dan betul saja keburu shalat di rumah, alhamdulillah.
Rame juga ternyata jalan-jalan ke Lembang, pergi pagi sekali saran saya kalau mau jalan ke tempat-tempat ini, karena menjelang siang akan ketemu sama namanya macet. Kalau ada yang mau ditanyakan, misalnya harga ini-itu, silahkan tulis di kolom komentar, nanti istri saya yang jawab.
Dan seperti sudah saya sampaikan, berikut adalah vlog perjalanan liburan ke Lembang tempo hari. Mohon subscribe-nya ya. 🙂
kEREN BRO…..sEMANGAT bUAT nGEBLOG ,,SAYA JUGA BLOGGER TENTANG FOTOSHOP SILAHKAN BERKUNJUNG
Terima kasih atas kunjungannya.