Spektrum Politik Persib Bandung dari Perjuangan Nasionalis hingga Konglomerasi Elit
Tulisan ini merupakan hasil riset dengan Google Gemini (2.5 Pro)
Mendefinisikan Ulang “Politik” dalam Sepak Bola Indonesia
Untuk membedah spektrum politik klub sepak bola Persib Bandung, analisis yang dangkal dengan menempatkannya pada dikotomi ideologis kiri-kanan tradisional tidak akan memadai. Spektrum politik klub ini harus dipahami sebagai sebuah ruang kontestasi yang dinamis, di mana setidaknya empat kekuatan politik utama berinteraksi, bernegosiasi, dan seringkali berbenturan. Keempat kekuatan tersebut adalah: pertama, warisan historis nasionalisme anti-kolonial yang menjadi fondasi kelahirannya; kedua, tradisi panjang patronase negara dan populisme lokal yang mengikatnya dengan kekuasaan daerah; ketiga, logika kontemporer korporatisme neoliberal yang digerakkan oleh jejaring elit politik-ekonomi nasional; dan keempat, kekuatan cair namun sangat berpengaruh dari politik identitas akar rumput yang dimotori oleh basis suporternya yang masif.
Laporan ini berargumen bahwa spektrum politik Persib Bandung bukanlah sebuah posisi statis, melainkan sebuah medan tarik-menarik yang kompleks dan penuh kontradiksi. Di satu sisi, ia adalah perwujudan dari semangat perjuangan anti-kolonial dan simbol kebanggaan rakyat. Di sisi lain, ia telah berevolusi menjadi aset korporat yang terintegrasi dalam jaringan kekuasaan elit dan instrumen bagi kepentingan politik lokal. Dengan demikian, tesis laporan ini adalah: spektrum politik Persib Bandung merupakan hasil dari interaksi yang terus-menerus antara asal-usulnya yang nasionalis, sejarah patronase negara, realitasnya saat ini sebagai aset bisnis dalam jaringan elit politik-bisnis, dan politik identitas populis dari basis suporternya yang sangat besar. Laporan ini akan membedah setiap lapisan tersebut untuk mengungkap sebuah klub yang secara simultan berfungsi sebagai simbol perjuangan populer sekaligus instrumen kekuasaan elit.
Bagian 1: Akar Nasionalisme dan Perlawanan Kolonial (1923-1948)
DNA politik Persib Bandung ditempa dalam api perjuangan anti-kolonial pada awal abad ke-20. Klub ini tidak lahir murni sebagai sebuah entitas olahraga, melainkan sebagai instrumen perlawanan politik dan kultural yang sadar terhadap hegemoni kolonial Belanda. Sejarah awalnya adalah sejarah tentang bagaimana lapangan sepak bola dijadikan arena untuk menegaskan identitas dan martabat bangsa yang terjajah.
Pendirian BIVB sebagai Wadah Perjuangan
Cikal bakal Persib, Bandoeng Inlandsche Voetball Bond (BIVB), yang didirikan sekitar tahun 1923, secara eksplisit diidentifikasi dalam catatan sejarah bukan hanya sebagai klub sepak bola, melainkan sebagai “organisasi perjuangan kaum nasionalis”.1 Status ini diperkuat oleh jajaran kepemimpinannya yang diisi oleh tokoh-tokoh terpandang dalam gerakan kebangsaan saat itu. Ketua umum pertamanya adalah Mr. Syamsudin, yang kemudian digantikan oleh R. Atot, putra dari pahlawan nasional Dewi Sartika.1 Keterlibatan figur-figur dengan kaliber politik dan sosial seperti ini menggarisbawahi bahwa BIVB sejak awal dirancang untuk memiliki tujuan yang lebih besar dari sekadar kompetisi olahraga; ia adalah bagian integral dari gerakan kebangsaan yang lebih luas.
Rivalitas sebagai Proksi Politik dan Kultural
Manifestasi paling nyata dari fungsi politik BIVB adalah rivalitasnya yang sengit dengan Voetbal Bond Bandung & Omstreken (VBBO), sebuah perkumpulan sepak bola yang didominasi oleh orang-orang Belanda dan Eropa.1 Persaingan ini melampaui urusan di lapangan hijau; ia adalah sebuah proksi dari konflik politik dan rasial yang lebih besar dalam masyarakat kolonial. VBBO, yang merepresentasikan kekuatan penguasa, seringkali memandang rendah Persib. Hal ini tercermin dari fakta bahwa pertandingan-pertandingan Persib kerap diadakan di wilayah pinggiran Bandung seperti Tegallega dan Ciroyom, sebuah cerminan dari struktur sosial kolonial yang segregatif dan hierarkis.1
Namun, Persib pada akhirnya memenangkan “perang dingin” ini. Kemenangan tersebut tidak hanya diraih di lapangan, tetapi juga di arena politik-kultural, yang ditandai dengan bergabungnya klub-klub yang sebelumnya bernaung di bawah VBBO, seperti UNI dan SIDOLIG, ke dalam Persib. Puncaknya adalah ketika VBBO menyerahkan lapangan-lapangan mereka, termasuk Lapangan UNI dan Lapangan SIDOLIG (kini Stadion Persib), kepada Persib. Momen ini merupakan sebuah kemenangan simbolis yang sangat penting bagi kaum nasionalis, mengukuhkan posisi Persib sebagai representasi kekuatan pribumi di Bandung.1
Fusi Menjadi Persib sebagai Pernyataan Politik Identitas
Pada 14 Maret 1933, dua klub nasionalis, Persatuan Sepakbola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB), sepakat untuk melebur dan membentuk entitas baru.1 Keputusan untuk menamai entitas baru ini “Persib” (Persatuan Sepakbola Indonesia Bandung) adalah sebuah tindakan politik yang sangat sadar. Sejarawan Andi Suwirta dari Universitas Pendidikan Indonesia menyoroti bahwa penggunaan nama berbahasa Indonesia ini sangat dipengaruhi oleh semangat Sumpah Pemuda yang dideklarasikan lima tahun sebelumnya, pada 1928.6
Pemilihan nama ini menandai pergeseran krusial dari perlawanan yang berbasis pada identitas inlander (pribumi) ke sebuah perlawanan yang didasarkan pada identitas nasional “Indonesia” yang lebih modern dan inklusif. Dengan demikian, lapangan sepak bola, bahkan dalam tindakan administratif seperti penamaan klub, telah menjadi medan pertempuran untuk mendefinisikan dan menegaskan identitas kebangsaan yang baru lahir. DNA politik Persib tidak hanya bersifat anti-kolonial, tetapi juga pro-nasionalis secara konstruktif, menjadikannya salah satu aktor awal dalam proyek imajinasi kebangsaan Indonesia.
Peran dalam PSSI dan Represi Otoritas Kolonial
Keterlibatan Persib dalam panggung nasional semakin nyata ketika BIVB, yang diwakili oleh Mr. Syamsuddin, turut serta dalam pendirian Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) pada 19 April 1930.1 Langkah ini menempatkan Persib di jantung gerakan sepak bola nasionalis yang bertujuan menyatukan bond-bond pribumi di seluruh Hindia Belanda. Namun, aktivitas politik melalui sepak bola ini tidak luput dari perhatian otoritas kolonial. Selama era pendudukan Jepang, semua aktivitas sepak bola di bawah organisasi lama, termasuk Persib dan PSSI, dibekukan dan dibredel. Pemerintah militer Jepang kemudian mendirikan perkumpulan olahraga baru bernama Rengo Tai Iku Kai untuk mengontrol semua kegiatan olahraga.4 Tindakan represif ini, baik oleh Belanda maupun Jepang, membuktikan bahwa otoritas kolonial memandang Persib bukan sekadar klub olahraga, melainkan sebuah entitas politik yang berpotensi subversif dan perlu diawasi serta dikendalikan.
Dari akar sejarah inilah lahir sebuah “mitos pendirian” (founding myth) yang sangat kuat dan abadi: Persib adalah klub milik rakyat, simbol perlawanan, dan representasi harga diri kaum tertindas. Mitos ini menjadi modal politik dan kultural yang sangat berharga di sepanjang sejarah klub. Ia dapat dimobilisasi di era-era selanjutnya untuk tujuan yang berbeda—oleh politisi populis untuk mengklaim kedekatan dengan rakyat, oleh suporter untuk menuntut akuntabilitas dari manajemen, dan bahkan oleh manajemen korporat modern untuk membangun citra merek yang otentik dan mengakar. Kontradiksi antara mitos pendirian yang populis ini dengan realitas modern klub menjadi salah satu tema sentral dalam spektrum politik Persib.
Bagian 2: Simbiosis dengan Kekuasaan: Era Patronase Politik dan Ketergantungan APBD (1950-2008)
Setelah kemerdekaan Indonesia, spektrum politik Persib mengalami pergeseran fundamental. Dari simbol perlawanan terhadap kekuasaan, Persib bertransformasi menjadi ikon regional yang secara bertahap terintegrasi ke dalam struktur kekuasaan lokal. Era ini ditandai oleh hubungan simbiosis mutualisme, atau lebih tepatnya patron-klien, antara klub dan pemerintah daerah. Dukungan finansial yang masif dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menjadi penopang utama eksistensi klub, yang ditukar dengan modal sosial dan legitimasi politik bagi para pejabat yang berkuasa.
Pelembagaan Hubungan Patron-Klien
Hubungan erat antara Persib dan birokrasi pemerintah kota mulai terlembagakan sejak dekade 1950-an. Para pejabat tinggi kota, seperti Wali Kota Bandung R. Enoch dan R. Soendoro, secara aktif memfasilitasi kebutuhan klub. Salah satu kontribusi paling signifikan adalah penyediaan sekretariat tetap di Jalan Gurame, yang mengakhiri masa “nomaden” klub dan memberikan status kelembagaan yang lebih formal.1 Langkah ini merupakan awal dari sebuah pola yang akan berlangsung selama beberapa dekade, di mana Persib tidak lagi dipandang sebagai entitas independen, melainkan sebagai aset dan tanggung jawab pemerintah kota.
Di era kolonial, Persib adalah simbol perlawanan terhadap negara (kolonial). Namun, pasca-kemerdekaan, pemerintah daerah sebagai representasi kekuasaan baru melihat potensi besar dalam Persib. Klub ini bukan lagi ancaman, melainkan simbol kebanggaan regional yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan citra dan legitimasi pemerintah di mata publik. Dengan menyalurkan dana APBD, pemerintah daerah secara efektif melakukan kooptasi terhadap Persib, mengubahnya dari entitas oposisi menjadi aset politik yang terintegrasi. Spektrum politik klub pun bergeser dari “melawan negara” menjadi “bagian dari negara” di tingkat lokal.
Ketergantungan Finansial dan Logika Politik Anggaran
Selama puluhan tahun, Persib menjadi sangat bergantung pada dana hibah dari APBD Kota Bandung. Skala ketergantungan ini mencapai puncaknya pada era 2000-an. Sebagai contoh, pada tahun 2007, total anggaran untuk Persib mencapai Rp 23,8 miliar. Angka ini melonjak drastis pada tahun 2008, di mana Persib menyedot total anggaran sebesar Rp 29 miliar, yang berasal dari alokasi awal Rp 16,5 miliar ditambah Rp 12,5 miliar dari anggaran perubahan.8
Logika politik di balik pengucuran dana yang masif ini terungkap dari pernyataan pihak DPRD Kota Bandung. Ketua Panitia Khusus X DPRD saat itu, Nanang Sugiri, menyatakan bahwa dana hibah terus diberikan dengan alasan utama bahwa “Persib merupakan ikon Kota Bandung”. Bahkan ketika laporan pertanggungjawaban dari penggunaan dana sebelumnya belum jelas, anggaran tetap disetujui dengan dalih, “Permasalahannya, kalau tidak diberi dana bagaimana mau berprestasi”.8 Pernyataan ini menunjukkan logika patronase yang murni: dana publik diberikan untuk menjaga stabilitas dan prestasi ikon kota, yang pada gilirannya akan mendatangkan keuntungan politik dan popularitas bagi para pejabat yang berkuasa.
Aliran dana APBD yang mudah didapat ini, pada akhirnya, menciptakan sebuah budaya politik yang menghambat profesionalisme. Ketergantungan ini menghilangkan insentif bagi manajemen klub untuk berinovasi, mencari sumber pendanaan alternatif, atau membangun model bisnis yang berkelanjutan. Akibatnya, manajemen klub menjadi lebih fokus pada lobi politik ke DPRD daripada membangun fondasi industri olahraga yang sehat.
Puncak Politisasi: Studi Kasus Dada Rosada
Puncak dari simbiosis antara Persib dan kekuasaan politik lokal terjadi pada masa kepemimpinan Wali Kota Bandung, Dada Rosada. Sebuah tesis dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia secara spesifik menganalisis bagaimana Dada Rosada, sebagai kandidat petahana, melakukan politisasi terhadap Persib selama Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) Kota Bandung tahun 2008.3
Dada Rosada, yang saat itu juga menjabat sebagai Ketua Umum Persib, secara terang-terangan menggunakan simbol-simbol klub, seperti warna biru dan logo, dalam beberapa atribut kampanyenya. Posisinya yang rangkap—sebagai kepala daerah sekaligus kepala klub—menghapus sepenuhnya garis pemisah antara kepentingan publik, kepentingan klub, dan kepentingan politik pribadinya. Persib secara efektif digunakan sebagai “modal sosial” untuk mendulang suara, dengan memanfaatkan statusnya sebagai identitas dan kebanggaan warga Bandung.3 Kasus ini menjadi contoh paling gamblang bagaimana Persib, yang lahir dari perlawanan, telah sepenuhnya terdomestikasi menjadi instrumen kekuasaan politik lokal.
Akhir Era APBD dan Transisi Paksa
Era patronase politik ini berakhir bukan karena pilihan ideologis, melainkan karena keterpaksaan regulasi. Terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yang sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, secara tegas melarang penggunaan dana APBD untuk mendanai klub olahraga profesional.9 Peraturan ini memaksa Persib, beserta klub-klub lain di Indonesia, untuk melakukan transformasi radikal. Momen krusial sekitar tahun 2008-2009 ini menandai akhir dari era ketergantungan pada APBD dan menjadi pemicu lahirnya era baru: era korporasi profesional.10 Krisis eksistensial yang dihadapi klub ketika keran APBD ditutup inilah yang membuka jalan bagi masuknya para investor swasta dan mengubah konstelasi politik Persib secara fundamental.
Bagian 3: Paradigma Korporasi: Neoliberalisme, Jaringan Elit, dan Politik Ruang Rapat (2009-Sekarang)
Larangan penggunaan dana APBD pada akhir dekade 2000-an memaksa Persib Bandung melakukan transformasi paling radikal dalam sejarahnya. Dari sebuah klub yang disokong oleh patronase politik lokal, Persib beralih menjadi entitas korporat modern yang dikelola di bawah bendera PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB). Pergeseran ini bukan sekadar perubahan model finansial, melainkan sebuah pergeseran fundamental dalam spektrum politik klub. Era ini ditandai oleh masuknya logika neoliberalisme, pengambilalihan kepemilikan oleh sebuah konsorsium elit bisnis-politik nasional, dan pemindahan arena politik dari balai kota ke ruang rapat dewan direksi.
Kelahiran PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB)
Sebagai respons langsung terhadap peraturan yang melarang dana APBD, PT PBB didirikan pada akhir Desember 2008 dan mulai beroperasi penuh pada tahun 2009.4 Badan hukum ini dirancang untuk mengelola Persib secara profesional, mandiri, dan berkelanjutan, sesuai dengan tuntutan industri sepak bola modern.12 Narasi yang dibangun di sekitar PT PBB adalah tentang “profesionalisme”, “kemandirian”, dan “manajemen modern”.11 Namun, istilah-istilah ini, dalam lensa ekonomi-politik, merupakan penanda dari sebuah ideologi neoliberal: efisiensi pasar, manajemen korporat, dan minimalisasi peran langsung negara (dalam hal ini, APBD). Transformasi Persib dapat dibaca sebagai studi kasus penerapan prinsip-prinsip neoliberal dalam industri sepak bola Indonesia, yang menggeser fokus dari klub sebagai “milik publik” menjadi “aset privat” yang dikelola untuk menghasilkan keuntungan dan nilai merek.
Konsorsium Elit di Balik Layar
Di masa transisi kritis pasca-APBD, sosok seperti Umuh Muchtar tampil sebagai penyelamat dengan menggelontorkan dana pribadi miliaran rupiah.14 Awalnya, Umuh menjabat sebagai Direktur Utama PT PBB, sebelum digantikan oleh Glenn Sugita pada tahun 2011 dan beralih fungsi menjadi komisaris.16 Umuh menjadi figur jembatan yang merepresentasikan transisi dari era patronase lokal yang populis ke era korporasi elit yang baru.
Struktur kepemilikan Persib saat ini berada di tangan sebuah konsorsium yang terdiri dari beberapa nama terbesar dalam lanskap bisnis dan politik Indonesia. Pergeseran ini secara fundamental mengubah konstelasi politik klub. Jika era APBD ditandai oleh patronase dari politisi lokal (wali kota, DPRD), maka era PT PBB ditandai oleh kepemilikan oleh konglomerat dengan jangkauan bisnis dan politik nasional, bahkan internasional. Persib kini terintegrasi dalam jaringan oligarki nasional, di mana keputusan strategis klub berpotensi dipengaruhi oleh kepentingan bisnis dan politik yang jauh lebih besar daripada sekadar prestasi di lapangan atau kebanggaan regional. Spektrum politiknya telah bergeser dari sentris-populis ke kanan-elitis (pro-pasar, pro-konglomerasi).
Sebuah laporan investigasi mendalam mengungkap bahwa struktur kepemilikan PT PBB sangat kompleks dan berlapis, di mana nama-nama besar tidak selalu muncul di lapisan pertama, sebuah pola yang lazim dalam struktur korporasi besar di Indonesia.16 Jaringan kekuatan di balik klub ini dapat dipetakan sebagai berikut:
Tabel 1: Peta Jaringan Kekuatan di Balik PT Persib Bandung Bermartabat
| Nama Tokoh Kunci | Jabatan di PT PBB | Afiliasi Bisnis Utama | Jabatan/Afiliasi Politik & Organisasi Signifikan |
| Glenn T. Sugita | Direktur Utama | Northstar Group (Co-founder) | Komisaris PT Liga Indonesia Baru (LIB) |
| Erick Thohir | Komisaris | Mahaka Group (Founder) | Menteri BUMN (2019-sekarang), Ketua Umum PSSI (2023-sekarang) |
| Patrick Walujo | Pemegang Saham | Northstar Group (Co-founder) | CEO GoTo |
| Pieter Tanuri | Pemegang Saham | PT Multistrada Agro International (Presdir) | – |
| Umuh Muchtar | Komisaris | – | Manajer Tim Persib (hingga 2019) |
| Theodore P. Rachmat | Pemegang Saham | Grup Triputra (Founder), Adaro Energy | Mantan Pimpinan Grup Astra |
Sumber: Disarikan dari.13
Peta jaringan ini menunjukkan konsentrasi kekuasaan yang luar biasa. Kasus Erick Thohir adalah yang paling menonjol, di mana ia secara simultan memegang tiga posisi strategis: pemilik saham klub (Persib), regulator utama sepak bola nasional (Ketua Umum PSSI), dan pejabat tinggi negara (Menteri BUMN). Situasi ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang sangat besar dan mengilustrasikan betapa dalamnya Persib kini tertanam dalam struktur kekuasaan politik-ekonomi di tingkat nasional. Kehadiran Glenn Sugita, yang juga menjabat sebagai Komisaris di PT LIB (operator liga), semakin memperkuat posisi Persib dalam pusaran pengambilan kebijakan industri sepak bola Indonesia.13
Bagian 4: Politik dari Tribun: Bobotoh sebagai Aktor Masyarakat Sipil dan Kelompok Penekan
Spektrum politik Persib tidak hanya ditentukan oleh para elit di ruang rapat dewan direksi atau balai kota, tetapi juga oleh dinamika yang hidup di tribun stadion. Basis suporter klub yang masif, yang secara kolektif dikenal sebagai Bobotoh, bukanlah sekumpulan konsumen pasif. Mereka adalah aktor masyarakat sipil yang terorganisir, memiliki agensi politik yang signifikan, dan secara aktif menggunakan posisi mereka untuk memengaruhi klub dan bahkan diskursus publik yang lebih luas. Politik dari tribun ini diekspresikan melalui berbagai cara, mulai dari perannya sebagai kelompok penekan, keterlibatan dalam politik elektoral, hingga aktivisme sosial-kemanusiaan.
Bobotoh sebagai Kelompok Penekan (Pressure Group)
Secara teoretis, jurnal-jurnal akademik telah mengidentifikasi kelompok suporter sepak bola di Indonesia, termasuk Bobotoh, sebagai sebuah kelompok penekan (pressure group).19 Mereka adalah kelompok di luar struktur formal manajemen klub yang, melalui sikap dan tindakan kolektifnya, mampu memberikan tekanan dan memengaruhi kebijakan klub. Fungsi ini termanifestasi dalam berbagai bentuk, mulai dari kritik di media sosial, spanduk protes di stadion, hingga dialog langsung dengan manajemen. Sebagai contoh, setelah terjadinya kerusuhan suporter, Ketua Umum Bomber (salah satu organisasi Bobotoh terbesar) secara terbuka menyuarakan kritik dan menuntut agar manajemen “duduk bareng” dan “menerima masukan” dari suporter.20 Tuntutan ini adalah perwujudan nyata dari peran mereka sebagai kelompok penekan yang menuntut akuntabilitas.
Keterlibatan Politik Elektoral dan Dinamikanya
Agensi politik Bobotoh juga merambah ke arena politik elektoral formal, meskipun dengan hasil yang kompleks dan seringkali kontroversial.
Pada Pemilihan Presiden 2019, sebuah peristiwa signifikan terjadi ketika tiga elemen terbesar kelompok suporter Persib—Viking Persib Club (VPC), Bomber, dan The Bombs—secara terbuka mendeklarasikan dukungan untuk pasangan calon Joko Widodo dan Ma’ruf Amin.21 Deklarasi ini sontak memicu perdebatan sengit. Kontroversi utamanya terletak pada fakta bahwa dukungan tersebut diinisiasi oleh Ketua Umum VPC saat itu, yang juga merupakan seorang calon legislatif dari Partai Nasdem, salah satu partai utama pengusung pasangan Jokowi-Ma’ruf.22
Langkah ini dinilai oleh banyak pihak di internal Bobotoh sebagai “suara sepihak yang sarat kepentingan politik”.22 Dukungan yang mengatasnamakan seluruh Bobotoh tersebut dianggap telah menginstrumentalisasi komunitas untuk kepentingan politik partisan seorang individu, yang pada akhirnya menyebabkan perpecahan dan penolakan dari mayoritas suporter yang menginginkan agar tribun tetap steril dari politik praktis.
Belajar dari pengalaman yang memecah belah tersebut, sebuah pergeseran sikap yang signifikan terlihat pada Pemilu 2024. Kali ini, VPC dan Bomber secara resmi dan terbuka menyatakan sikap netral dan menegaskan bahwa mereka tidak terafiliasi dengan kelompok politik manapun.23 Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai sebuah proses pendewasaan politik di kalangan suporter, di mana persatuan internal komunitas dinilai lebih berharga daripada keuntungan politik sesaat yang diperoleh dari keberpihakan partisan.
Aktivisme Sosial-Kemanusiaan dan Transformasi Identitas
Di luar politik elektoral, Bobotoh juga menunjukkan agensi politiknya melalui aktivisme yang berbasis isu, terutama dalam isu-isu sosial dan kemanusiaan. Aksi-aksi ini menandakan sebuah “transformasi identitas” yang penting, dari citra suporter yang kerap diasosiasikan dengan anarkisme menjadi kelompok masyarakat sipil yang memiliki kepekaan sosial.
Studi kasus yang paling menonjol adalah koreografi raksasa bertuliskan “Save Rohingya” yang dibentangkan saat pertandingan melawan Semen Padang pada tahun 2017.24 Aksi ini, yang dipelopori oleh figur-figur suporter seperti Yana Umar, didorong oleh rasa solidaritas kemanusiaan dan sentimen keagamaan (solidaritas sesama Muslim) terhadap krisis yang menimpa etnis Rohingya di Myanmar.24 Aksi ini juga merefleksikan tren religiusitas (“hijrah”) yang berkembang di kalangan beberapa pemimpin suporter, yang kemudian memengaruhi ekspresi kolektif di tribun.
Selain isu transnasional, kepedulian terhadap isu-isu nasional juga ditunjukkan. Contohnya adalah koreografi bertema “Pray For Suroboyo” yang ditampilkan sebagai bentuk solidaritas setelah serangan teror bom di Surabaya.25 Aksi-aksi ini menunjukkan bahwa identitas politik Bobotoh tidaklah monolitik. Identitas mereka cair dan dapat dimobilisasi di berbagai tingkatan—lokal (Kesundaan), nasional (keindonesiaan), dan bahkan global atau transnasional (kemanusiaan, pan-Islamisme)—tergantung pada isu dan konteksnya. Hal ini menjadikan mereka sebagai aktor masyarakat sipil yang sangat kompleks dan dinamis, yang spektrum politiknya tidak dapat direduksi pada satu label tunggal.
Bagian 5: Medan Pertarungan Identitas: Persib sebagai Representasi Kultural Kesundaan
Di dasar semua lapisan spektrum politik Persib—mulai dari nasionalisme anti-kolonial, patronase negara, hingga korporatisme elit—terletak sebuah fondasi yang paling fundamental dan paling kuat: peran Persib sebagai simbol utama identitas, kebanggaan, dan “harga diri” etnis Sunda. Dimensi etno-regionalisme ini adalah sumber utama modal sosial dan kultural klub. Ia adalah arena di mana politik lokal dan nasional dinegosiasikan, dan merupakan alasan mengapa Persib memiliki daya tarik yang begitu besar bagi politisi, korporasi, dan jutaan pendukungnya.
Persib sebagai Simbol Harga Diri dan Kebanggaan Etnis
Berbagai sumber secara konsisten dan tegas menyatakan bahwa Persib bukanlah sekadar klub sepak bola bagi masyarakat Jawa Barat. Ia adalah “simbol kebanggaan masyarakat Sunda,” “representasi budaya Sunda di bidang sepakbola,” dan “simbol dari harga diri mereka”.26 Kekuatan identitas ini begitu mendalam sehingga sebuah pertandingan Persib seringkali dianggap lebih dari sekadar ajang olahraga; ia adalah “sebuah pertempuran yang sangat mewakili harga diri Sunda”.3 Bagi jutaan Bobotoh, nama Persib tidak hanya tercetak di seragam, tetapi melekat di hati dan menjadi bagian dari semangat hidup mereka.27 Loyalitas ini tidak hanya dipandang sebagai dukungan terhadap klub, tetapi juga sebagai warisan keluarga, ekspresi identitas pribadi, dan manifestasi solidaritas sosial.29
Dalam konteks negara-bangsa Indonesia yang sangat beragam, di mana identitas nasional hidup berdampingan dengan identitas-identitas etnis yang kuat, loyalitas kepada klub sepak bola seperti Persib menjadi salah satu cara yang paling aman dan diterima secara sosial untuk menegaskan dan merayakan identitas sub-nasional. Kekuatan politik Persib, oleh karena itu, tidak terletak pada sebuah ideologi kiri atau kanan yang koheren, melainkan pada kemampuannya yang luar biasa untuk menjadi wadah bagi politik identitas regional.
Pelembagaan Identitas Melalui Simbol dan Kolaborasi
Hubungan identitas ini tidak hanya bersifat abstrak, tetapi juga diperkuat dan dilembagakan melalui penggunaan simbol-simbol yang sadar. Logo klub, misalnya, dirancang agar tampak serupa dengan lambang Kota Bandung. Pemilihan warna kebesaran biru dan putih juga seringkali diasosiasikan dengan warna yang digunakan oleh Kerajaan Siliwangi, sebuah kerajaan Sunda bersejarah yang dihormati.4 Penggunaan simbol-simbol ini sejak era Perserikatan awal dimaksudkan untuk menegaskan bahwa Persib adalah representasi dari orang Sunda.4
Hubungan yang tak terpisahkan ini juga diakui dan diperkuat oleh para pejabat publik. Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, dalam berbagai kesempatan menegaskan, “Bandung mah selalu Persib, dan Persib selalu Bandung. Tidak bisa dipisahkan”.30 Pernyataan ini bukan sekadar retorika, melainkan diwujudkan dalam kolaborasi nyata antara klub dan Pemerintah Kota. Peluncuran rute baru bus wisata Bandung Tour on Bus (Bandros) yang secara khusus didedikasikan untuk menelusuri jejak sejarah Persib adalah contoh konkret dari pelembagaan hubungan identitas ini, yang bertujuan untuk menggairahkan sport tourism.30
Rivalitas sebagai Proksi Politik Identitas
Manifestasi paling kuat dari politik identitas ini adalah rivalitas yang sengit dan seringkali keras dengan Persija Jakarta dan suporternya, The Jakmania. Rivalitas ini melampaui persaingan olahraga biasa; ia seringkali menjadi proksi dari ketegangan identitas yang lebih luas antara pusat (Jakarta) dan daerah (Bandung/Sunda). Koreografi Bobotoh yang menampilkan pesan “Jangan Ada Dia di Antara Kita”, di mana kata “Dia” secara sengaja diwarnai dengan warna oranye yang identik dengan Persija, adalah contoh subtil namun kuat bagaimana rivalitas di tribun menjadi wadah untuk mengekspresikan sentimen politik identitas ini.25
Pada titik ini, sebuah kontradiksi yang tajam namun produktif muncul dalam spektrum politik Persib. Di satu sisi, basis massa dan identitas fundamental klub sangat bersifat lokal dan regionalis (Kesundaan). Di sisi lain, struktur kepemilikan dan kekuasaan modernnya adalah bagian dari elit bisnis-politik nasional yang cenderung Jakarta-sentris. Namun, kontradiksi ini justru fungsional bagi kedua belah pihak. Bagi para pemilik korporat, identitas lokal yang kuat dan mengakar ini menjamin basis pasar yang luar biasa loyal dan fanatik—sebuah aset merek tak ternilai yang sulit direplikasi. Bagi para suporter, selama klub terus berprestasi dan membawa nama besar Bandung dan Jawa Barat, struktur kepemilikan elit ini dapat ditoleransi, bahkan mungkin dilihat sebagai prasyarat untuk meraih kesuksesan di era industri sepak bola modern. Spektrum politik Persib, dengan demikian, dicirikan oleh sebuah kompromi yang tidak selalu nyaman namun fungsional antara populisme regionalis di tribun dan elitisme kapitalis di ruang rapat.
Kesimpulan: Memetakan Spektrum Politik Persib Bandung yang Multilapis

Analisis mendalam terhadap sejarah, struktur kelembagaan, dan dinamika sosial Persib Bandung menunjukkan bahwa spektrum politiknya tidak dapat dipetakan dalam sebuah garis lurus sederhana. Sebaliknya, spektrum ini lebih tepat digambarkan sebagai sebuah diagram Venn yang kompleks, di mana empat lingkaran kekuatan politik utama saling tumpang tindih, menciptakan sebuah entitas yang penuh dengan tegangan dan kontradiksi, namun juga sangat dinamis.
Keempat lingkaran tersebut adalah:
- Warisan Nasionalis Kiri-Populis: Berakar kuat pada sejarah kelahirannya sebagai instrumen perjuangan anti-kolonial, lingkaran ini mewakili narasi “klub rakyat” yang menjadi fondasi mitos dan identitas klub. DNA ini bersifat populis, anti-kemapanan (pada masanya), dan berorientasi pada pembangunan identitas nasional.
- Tradisi Patronase Sentris-Populis: Dibentuk selama beberapa dekade ketergantungan pada dana APBD, lingkaran ini menempatkan Persib dalam hubungan patron-klien dengan kekuasaan politik lokal. Dalam fase ini, klub menjadi alat bagi politisi daerah untuk meraih simpati massa dan legitimasi, menggeser posisinya menjadi bagian dari aparatus kekuasaan lokal yang bersifat sentris dan populis.
- Realitas Korporat Kanan-Elitis: Didefinisikan oleh era PT PBB, lingkaran ini mencerminkan pengambilalihan klub oleh konglomerasi nasional di bawah logika pasar neoliberal. Di sini, Persib berfungsi sebagai aset investasi dan merek komersial, dengan spektrum politik yang bergeser ke arah kanan-elitis, di mana keputusan ditentukan oleh kepentingan modal dan jaringan kekuasaan di tingkat nasional.
- Politik Identitas Akar Rumput yang Cair: Dimotori oleh Bobotoh, lingkaran ini adalah kekuatan politik yang paling tidak terduga dan dinamis. Ia dapat bermanifestasi sebagai etno-regionalisme (Kesundaan) yang kuat, nasionalisme (keindonesiaan), atau bahkan solidaritas kemanusiaan dan keagamaan transnasional. Sifatnya yang cair membuatnya mampu bernegosiasi, menantang, dan terkadang berkolaborasi dengan kekuatan-kekuatan lain yang membentuk klub.
Interaksi dan ketegangan di antara keempat kekuatan inilah yang akan terus membentuk masa depan politik Persib. Proyeksi ke depan memunculkan beberapa pertanyaan krusial: Sejauh mana narasi “klub rakyat” yang berasal dari warisan nasionalisnya dapat bertahan dan tetap relevan di tengah cengkeraman modal elit yang semakin menguat? Bagaimana agensi politik Bobotoh akan terus bernegosiasi dengan kekuatan korporat yang secara de jure mengendalikan klub kesayangan mereka? Dan bagaimana Persib akan menyeimbangkan perannya sebagai simbol identitas kultural Sunda dengan realitasnya sebagai bagian dari jaringan oligarki nasional?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan menentukan posisi Persib tidak hanya di lapangan hijau, tetapi juga dalam lanskap politik, sosial, dan industri sepak bola Indonesia yang terus berevolusi. Persib akan tetap menjadi sebuah arena di mana pertarungan antara identitas lokal dan modal nasional, antara semangat kerakyatan dan logika korporasi, terus berlangsung.
Pustaka
- Sejarah Panjang Persib Bandung Dari Masa Ke Masa – Koran Sulindo, accessed October 29, 2025, https://koransulindo.com/sejarah-panjang-persib-bandung-dari-masa-ke-masa/
- Sejarah Lahirnya Persib Bandung – Berita 7 – Velocity Developer, accessed October 29, 2025, https://www.berita7.velocitydeveloper.com/hiburan/sejarah-lahirnya-persib-bandung/
- UNIVERSITAS INDONESIA SEPAKBOLA DAN POLITIK: POLITISASI …, accessed October 29, 2025, https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/old30/20320569-S-Irham%20Pradipta%20Fadli.pdf
- Persib Bandung – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed October 29, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Persib_Bandung
- Kisah Berdirinya Persib Bandung 90 Tahun Silam – Tempo.co, accessed October 29, 2025, https://www.tempo.co/sepakbola/kisah-berdirinya-persib-bandung-90-tahun-silam-209079
- Secuil Sejarah Persib Bandung, Tim Kebanggaan Warga Jabar, accessed October 29, 2025, https://jabar.idntimes.com/news/jawa-barat/sejarah-persib-tim-kebanggaan-warga-jabar-yang-berusia-90-tahun-00-9y7yl-4br7pc
- Sejarah Persib Bandung: Kapan Persib Didirikan dan Bagaimana Maung Bandung Menjadi Salah Satu Klub Terbesar Indonesia? – Goal.com, accessed October 29, 2025, https://www.goal.com/id/berita/sejarah-persib-bandung-kapan-maung-klub-terbesar-indonesia/j990f5dht0f11l3p6eel990y6
- Persib Kembali Dapat Dana Hibah – KOMPAS.com, accessed October 29, 2025, https://nasional.kompas.com/read/2008/11/11/20353243/persib.kembali.dapat.dana.hibah.
- Sejarah Sponsor Liga Indonesia: Lika-liku Berkelit dari Kehadiran Pemerintah – Kumparan, accessed October 29, 2025, https://m.kumparan.com/kumparanbola/sejarah-sponsor-liga-indonesia-lika-liku-berkelit-dari-kehadiran-pemerintah-1tBOj4BiWqr
- Tahun 2008, Awal Mula Persib Dikelola Secara Profesional – SKOR.ID, accessed October 29, 2025, https://www.skor.id/post/tahun-2008-awal-mula-persib-dikelola-secara-profesional-01345911
- Sejarah Hari Ini: PT PBB Terbentuk untuk Mengelola Persib Bandung Secara Modern, accessed October 29, 2025, https://skor.id/post/sejarah-hari-ini-pt-pbb-terbentuk-untuk-mengelola-persib-bandung-secara-modern-01344735
- Ini Bisnis Persib Bandung sebelum Bersiap Menuju IPO – Indonesia Bola.com, accessed October 29, 2025, https://www.bola.com/indonesia/read/6035216/ini-bisnis-persib-bandung-sebelum-bersiap-menuju-ipo
- Mengenal Pemilik Persib Bandung, Ini Profil dan Jejak Glenn Sugita – Sosok – KONTAN, accessed October 29, 2025, https://sosok.kontan.co.id/news/mengenal-pemilik-persib-bandung-ini-profil-dan-jejak-glenn-sugita-1
- Glenn Sugita, Sosok Penting di Balik Layar yang Ubah Persib Jadi Wajah Klub Sepak Bola Profesional di Indonesia, accessed October 29, 2025, https://www.bola.com/indonesia/read/6033765/glenn-sugita-sosok-penting-di-balik-layar-yang-ubah-persib-jadi-wajah-klub-sepak-bola-profesional-di-indonesia
- Mengenal Sosok Glenn Sugita, Tokoh Kunci yang Mengubah Persib – Merdeka.com, accessed October 29, 2025, https://www.merdeka.com/bola/mengenal-sosok-glenn-sugita-tokoh-kunci-yang-mengubah-persib-417249-mvk.html
- Menguliti Lapis Demi Lapis Konsorsium Glenn Sugita di PT Persib, accessed October 29, 2025, https://tirto.id/menguliti-lapis-demi-lapis-konsorsium-glenn-sugita-di-pt-persib-cF8Q
- Sejarah Panjang Umuh Muchtar Pensiun sebagai Manajer Persib Bandung, Minta Mundur Berkali-kali – Tribunjabar.id, accessed October 29, 2025, https://jabar.tribunnews.com/2019/09/13/sejarah-panjang-umuh-muchtar-pensiun-sebagai-manajer-persib-bandung-minta-mundur-berkali-kali
- Glenn Timothy Sugita – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, accessed October 29, 2025, https://id.wikipedia.org/wiki/Glenn_Timothy_Sugita
- SLOT 2025 : Link Slot Gacor Maxwin Resmi Sensasi Jackpot Slot88 …, accessed October 29, 2025, https://online-journal.unja.ac.id/jisip/article/download/17219/13234/50624
- Ketua Bomber Angkat Bicara Usai Kerusuhan Suporter Persib – CNN Indonesia, accessed October 29, 2025, https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20240924152642-142-1147791/ketua-bomber-angkat-bicara-usai-kerusuhan-suporter-persib
- Partisipasi Politik Suporter Sepak Bola: Dukungan Politik Viking Persib Club, The Bomber, dan The Bombs Terhadap Pasangan Calon Joko Widodo dan Ma’ruf Amin Pada Pemilihan Umum Presiden Indonesia Tahun 2019 = Political Participation of Football Supporters, accessed October 29, 2025, https://lib.ui.ac.id/detail?id=20526952&lokasi=lokal
- Peran Bobotoh Dalam Menyikapi Politik Praktis | PDF | Ilmu Sosial, accessed October 29, 2025, https://id.scribd.com/document/598152489/84f1f58b7e97048e46bcaada7e6c42cc
- Sikap Viking Persib Club dan Bomber di Pemilu 2024 – detikcom, accessed October 29, 2025, https://www.detik.com/jabar/sepakbola/d-7185532/sikap-viking-persib-club-dan-bomber-di-pemilu-2024
- transformasi identitas bobotoh persib bandung (studi fenomenologi …, accessed October 29, 2025, https://publikasi.mercubuana.ac.id/index.php/mediakom/article/download/7111/5819
- 7 Koreografi Dahsyat Bobotoh Musim Ini: Jangan Ada Dia di Antara Kita | kumparan.com, accessed October 29, 2025, https://kumparan.com/info-bola/7-koreografi-dahsyat-bobotoh-musim-ini-jangan-ada-dia-di-antara-kita-1533295225512257785
- Identitas Persib – AyoBandung.id, accessed October 29, 2025, https://www.ayobandung.id/ayo-netizen/0165/10052025/identitas-persib
- Sejarah Persib Bandung: Kebanggaan Tanah Sunda yang Tak Pernah Padam! – Avtor, accessed October 29, 2025, https://avtor.com.ar/sejarah-persib-bandung/
- Persib Bandung: Kala Sepak Bola Menjadi Simbol Budaya | Football Tribe Indonesia, accessed October 29, 2025, https://football-tribe.com/indonesia/2017/08/10/persib-bandung-menjadi-simbol-budaya/
- MAKNA LOYALITAS DALAM IDENTITAS SUPORTER : STUDI KUALITATIF PADA SUPORTER PERSIB BANDUNG | JOKER (Jurnal Ilmu Keolahragaan), accessed October 29, 2025, https://joker.uho.ac.id/index.php/journal/article/view/1566
- Lewati Stadion Bersejarah, Tahukah Anda Rute Baru Bandros Persib Kini Hadir di Bandung? Ini Detailnya! – merdeka.com, accessed October 29, 2025, https://www.merdeka.com/peristiwa/lewati-stadion-bersejarah-tahukah-anda-rute-baru-bandros-persib-kini-hadir-di-bandung-ini-detailnya-486348-mvk.html
- Lewat “JajaP on Bandros”, Kolaborasi Persib dan Pemkot Bandung Gairahkan Sport Tourism – Inilah Online, accessed October 29, 2025, https://inilahonline.com/lewat-jajap-on-bandros-kolaborasi-persib-dan-pemkot-bandung-gairahkan-sport-tourism/
- Persib dan Pemkot Bandung Luncurkan Rute Baru Bandros untuk Dongkrak Wisata Kota, accessed October 29, 2025, https://www.metrotvnews.com/read/NleC8gm7-persib-dan-pemkot-bandung-luncurkan-rute-baru-bandros-untuk-dongkrak-wisata-kota
- Siapa Pemilik Saham Persib Bandung? Ini Deretan Nama Pengusaha yang Punya Sahamnya | News+ on RCTI+, accessed October 29, 2025, https://www.rctiplus.com/news/detail/terkini/4836796/siapa-pemilik-saham-persib-bandung-ini-deretan-nama-pengusaha-yang-punya-sahamnya
- Persib Bandung – Wikipedia, accessed October 29, 2025, https://en.wikipedia.org/wiki/Persib_Bandung
- Siapa Pemilik Persib Bandung? – detikcom, accessed October 29, 2025, https://www.detik.com/jabar/berita/d-6187295/siapa-pemilik-persib-bandung
- Siapa Pemilik Saham Persib Bandung? Ini Deretan Nama Pengusaha yang Punya Sahamnya – IDX Channel, accessed October 29, 2025, https://www.idxchannel.com/playlists/siapa-pemilik-saham-persib-bandung-ini-deretan-nama-pengusaha-yang-punya-sahamnya
