Cult Film – Beberapa yang Bisa Disebut Sebagai
Melanjutkan bahasan sebelumnya tentang cult film, saya coba kumpulkan film seperti apa saja yang sekiranya didaulat orang-orang sebagai cult. Dalam bahasan sebelumnya kita kenal The Rocky Horror Picture Show (1975) yang menjadi simbol kaum Lesbian Gay Bisexual and Transgender (LGBT) dan Refer Madness (1938) yang dijadikan ‘teman’ high para stoner pada masanya, maka semakin jelas bahwa film-film yang disebut cult adalah film yang mengangkat isu-isu tabu untuk masyarakat. Isu-isu yang berada dalam ranah kajian moral karena dianggap negatif untuk masyarakat. Atas dasar hal tersebut, cult film berkaitan dengan apa yang disebut dengan Exploitation Film, karena biasanya tema-tema yng diangkat oleh film-film cult adalah tema yang juga disepakati orang sebagai bagian dari exploitation film. Secara singkat, exploitation film ini adalah film yang mengeksploitasi sebuah pokok bahasan guna mendatangkan perhatian dari orang-orang yang antusias akan hal tersebut. Kembali lagi, tema-tema yang digunakan biasanya adalah tema yang tidak wajar.

Tapi bukan hanya ranah moral yang dapat menjadi dasar peletakan sebuah film ke dalam kotak cult, film yang mengangkat tema tentang sesuatu yang tidak umum diketahui publik juga dapat dikategorikan sebagai film yang cult. Fiksi-sains (SciFi) adalah tema yang cukup cult, sekitar tahun ’60an tidak banyak orang yang merasa familiar dengan tema ini. Namun fiksi-sains punya penggemar fanatik yang besar, ini adalah celah potensial untuk memasarkan sebuah film cult. Kita kenal 2001: A Space Odyssey (1968) oleh Stanley Kubrick yang mengangkat tema tentang perkembangan teknologi yang memungkinkan manusia untuk bepergian ke luar angkasa semudah bepergian ke luar negeri. Dalam film ini manusia juga mempunya kemampuan untuk membuat sebuah kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), pada saat itu AI menjadi sebuah ketakutan tersendiri bagi warga Amerika. Hal tersebut, tentu saja, akan mendatangkan kontroversi dan sorotan, yang mana untuk sebuah cult adalah keharusan.
Judul-judul film fiksi-sains lain yang termasuk cult diantaranya adalah Plan 9 from Outer Space (1959), Artificial Intelligence: AI (2001), Blade Runner (1982), serta yang lebih populer lagi adalah The Matrix (1999) dan Star Wars (1977). Kenapa film sebesar Matrix dan Star Wars masuk kategori cult? Karena meski berhasil secara komersial, Matrix misalnya, juga sukses menuai kritikan dari para moralis mengenai penggambaran ‘dunia lain’ yang berada di sekitar dunia nyata manusia. Lalu dapat kita nilai betapa penggemar kedua film ini begitu setia dan terobsesi, belum lagi bagaimana mereka menganggap seolah apa yang ada di dalam film tidaklah hanya sebuah fiksi semata.
Seks adalah tema yang sangat cult, terutama film dengan tema seks menyimpang seperti Pink Flamingos (1972) yang mengangkat fetishme sebagai tema utama. Atau malah film yang membahas profesi yang umum namun dianggap tidak sesuai dengan kaidah moral seperti yang diangkat dalam Showgirls (1995). Showgirl menghabiskan biaya produksi yang tidak sedikit untuk mengangkat tema kehidupan para stripper di Las Vegas, tapi secara komersial film ini gagal meraup banyak keuntungan. Namun setelah penayangan di teater selesai dan versi VHSnya dirilis, Showgirl kabarnya meraup tidak kurang dari 100 juta dollar. Orang mungkin malu untuk menikmati film ini di teater, tapi di tempat penyewaan yang lebih private rasa malu itu sedikit berkurang. Lagipula, Showgirl bukanlah tipe film yang bisa ditonton bersama pacar di teater misalnya.
Lalu komedi, terutama komedi ‘gelap’ yang bersifat menyindir juga termasuk tema yang cult. Akhir ’70an Steven Spielberg mencoba membuat film komedi pertamanya, 1941(1979). Film ini mengambil setting hari-hari setelah serangan Jepang di Pearl Harbour. Semua orang Amerika menganggap bahasan tentang hari-hari itu tabu, apalagi kalau dibahas melalui guyonan dalam sebuah film komedi. Banyak penolakan untuk film ini, tapi dikemudian hari, setelah tayang di TV dan dirilis di VHS dan sekarang DVD, film ini sukses mempunyai banyak penggemar. Jangan lupa The Gods Must Be Crazy (1980), betapa film ini mengandung begitu banyak sindiran. Bahkan kabarnya hanya beberapa teater saja yang mau menayangkan film ini, tapi setelah diputar di TV dan dirilis versi sewanya, film ini mendapatkan review positif dalam artian banyak yang setuju dengan pesan yang dikandung ceritanya. Lalu siapa bisa lupa penampilan gemilang Winona Ryder dan Christian Slater dalam Heathers (1989). Heathers tidak meraup sukses komersil, tapi karena kontroversinya serta satir yang disuguhkan, film ini menjadi sangat laris di tempat penyewaan. Winona, karena film ini, kemudian menjadi salah satu ikon gadis ’90an dan mulai membintangi film-film yang lebih besar.
Era ’90an juga melahirkan The Big Lebowski (1998), sebuah komedi gelap yang disebut Wikipedia sebagai film cult pertama yang lahir di era Internet. Film yang menyuguhkan banyak kritik sosial (terutama kelas sosial) ini memang tidak sukses di teater, tapi setelah dikenal format DVD, silahkan anda gunakan Google untuk mengetahui bagaimana pendapat orang tentang film ini.
Membicarakan cult film kurang sah sepertinya kalau tidak menyebut dua film awal Quentin Tarantino, Reservoir Dogs (1992) dan Pulp Fiction (1994). Dua film tersebut merupakan contoh film yang menjadi perbincangan para penikmat film karena teknik-teknik penulisan skenario dan penyutradaraan Tarantino yang nyeleneh dan asing pada saat itu. Saya pasti dengan senang hati akan membicarakan penamaan-penamaan karakter yang unik di Reservoir Dogs, bukan hanya itu, pengkarakteran masing-masing karakter juga sangat menyenangkan untuk dibicarakan. Jalan cerita Pulp Fiction juga aneh, dan saya akan sangat berapi-api kalau membicarakan long take Tarantino yang begitu khas, begitu cult! Dan banyak lagi yang ingin saya bicarakan tentang kedua film itu. Ini berarti, sebuah film juga dapat menjadi film cult karena “rasa” dari film itu sendiri.

Inilah cult, cult tidak dapat disebut cult ketika film itu dirilis untuk pertama kalinya di teater. Cult harus menunggu bagaimana sebuah film memberikan dampak kepada para penontonnya. Cult harus dibuktikan kualitasnya bukan oleh para pemberi awards, bukan juga oleh para kritikus, tapi oleh para penonton dan bagaimana mereka menciptakan pencitraan atas film tersebut. Semakin banyak kita bilang, “Hey, kamu harus tonton film ini” maka semakin besar potensi sebuah film untuk menjadi cult. Dua tulisan saya ini sama sekali hanya dasar dari bahasan mengenai cult, begitu juga dengan contoh-contohnya, itu bahkan masih jauh dibawah ‘sedikit’.
Sebagai awalan, saya sarankan jangan meremehkan film-film yang tidak meraup sukses di Twitter, eh, di teater maksud saya.
Artikel ini ditulis 27 Maret 2011, tayang di blog saya andripermana.posterous.com. Posterous tutup sejak 30 April 2013.