Jurnal #0005 Pencapaian
Dari dulu saya terbiasa dengan capaian-capaian kecil, hasil dari cita-cita dan usaha-usaha kecil yang tidak ambisius. Bahkan sempat ada kalanya ketika capaian saya hanya sekedar bisa makan tanpa berpikir cukup tidaknya uang sisa di dompet untuk membayarnya, untuk waktu yang lama.
Pencapaian adalah sesuatu yang didambakan, sebuah tujuan, titik akhir di mana kita ingin berada. Bahagia ketika diraih, kecewa ketika gagal dicapai. Karena kebiasaan tadi, membuat target yang kecil, maka saya jadi bingung ketika harus menentukan cita-cita yang besar. Seorang sahabat lama pernah berujar bahwa salah satu calon “penghambat” bagi saya di kemudian hari adalah karena tidak pernah cukup berani mendambakan sesuatu yang besar, dan hari ini saya merasa bahwa dia memang benar.
Belasan tahun kemudian sejak dia bilang begitu, capaian saya malah semakin sederhana. Setiap hari, keinginan terbesar saya hanya pulang ke rumah dan bercengkrama dengan anak dan istri.
Ngomong-ngomong, saya baru pulang liburan dari Jogja. Empat hari liburan di sana, menyenangkan sekali, Jogja seperti biasa adalah istimewa. Namun keistimewaan itu sebenarnya bisa saja saya dapatkan di mana saja. Kenapa? Karena yang membuat empat hari tadi istimewa adalah kebersamaan saya dengan Kinanti dan Ibunya. Saya lantas jadi punya keinginan untuk bisa menghabiskan waktu bersama kedua perempuan cantik ini.
Di hari kedua ketiga berada di Jogja, saya bertemu dengan seorang pengusaha gelato atau biasa disebut eskrim kalau di kita. Namanya Rudy, orang Prancis, dia bercerita tentang banyak hal. Perbedaan antara gelato di Italia dengan gelato di Prancis, kemudian tentang proses pembuatan pure, sampai dengan sumber buah stroberi yang dia ambil dari Lembang untuk bahan dasar gelato yang dijualnya. Orang yang ramah, sebuah obrolan yang menarik. Terutama ketika saya bertanya tentang kenapa hanya di Jogja.
Rudy menyampaikan bahwa Jogja dan tiga outletnya sudah cukup. “Umur saya sudah 65, dan ini semua terasa overwhelming” jawabnya. Ketika mendengar jawaban itu, hati kecil saya menyayangkan. Padahal sangat mungkin dengan capaian dia saat ini untuk memperbesar lagi usahanya, saya rasa begitu.
Dan perasaan itulah yang mengingatkan saya akan dua hal: saya masih punya ambisi ternyata (buktinya ketika mendengar jawaban Rudy saya sedikit kecewa) dan betapa menggiurkannya bisa mengatakan cukup dengan apa yang kita capai di umur 65 tahun (percayalah, hampir setiap hari saya bertemu orang yang masih penuh ambisi di usia yang hampir sama atau bahkan melebihi Rudy).
Sepulangnya dari kedai gelato tadi, kami melanjutkan perjalanan untuk makan sate klathak kemudian disusul dengan jalan-jalan ke Alun-alun Kidul. Karena langit sudah mulai gelap, maka saya ajak Kinanti dan Ibunya untuk menaiki odong-odong, sebuah tunggangan yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa dikayuh 4 orang dan berbentuk seperti mobil. Saya kembali ke pencapaian-pencapaian kecil saya yang tidak sampai hari berakhirpun sudah terpenuhi. Melihat Kinanti dan Ami yang tertawa bahagia saat menaiki odong-odong tadi cukup membuat saya bahagia. Kebahagiaan yang sulit saya gambarkan dengan kata-kata.
Tapi kata-kata Rudy tentang “cukup”-nya dia dengan apa yang dia miliki sekarang terus terngiang-ngiang di telinga, saya sepertinya harus mulai menjalankan rencana-rencana yang pernah terlintas di kepala namun tidak pernah dimulai karena terlalu cepat merasa cukup.