Makan Malam di Jalan Homan

Mereka yang sering keluar malam-malam di Bandung, terutama orang lama, pasti pernah setidaknya mendengar Bubur PR. Namanya didapat karena tukang bubur ini berjualan di depan kantor Pikiran Rakyat (PR). Di sebelah bubur ini ada juga penjual nasi goreng, yang juga biasa disebut Nasi Goreng PR. Keduanya rame dikunjungi pembeli, malam hari tentu saja, biasanya yang kelaparan setelah atau akan menikmati hiburan malam di sekitar Alun-Alun Bandung.
Beberapa tahun lalu, seingat saya saat akan diadakan peringatan Konferensi Asia-Afrika, jalan dan trotoar di Jalan Asia-Afrika dirombak total. Para pedagang ini ternyata pindah, menempati trotoar jalan di seberang tempat lama mereka, tepat sebelah salah satu hotel bersejarah yang dimiliki Kota Bandung, di Jalan Homan.

Sekira dua minggu lalu saya sempat makan malam di sini, selain dua pedagang yang tadi saya sebutkan di awal, ternyata banyak juga yang sekarang berjualan di sana.
Penjual es jeruk, atau jeruk panas, yang sedari dulu menempel dan bersimbiosis dengan tukang nasi goreng dan tukang bubur tentu saja hadir. Ditambah penjual cilok dan siomay yang tidak sempat kami coba malam itu.
Ada juga penjual sekoteng, yang menurut saya cocok sekali untuk dinikmati di malam-malam dingin kota Bandung. Letaknya di seberang penjual bubur dan nasi goreng. Satu porsinya kalau tidak salah sekitar Rp. 12.000,-

Satu lagi yang jadi incaran para pencari makan malam, mie tek-tek anglo. Tempatnya satu jajar dengan sang penjual sekoteng. Uniknya, tidak seperti penjual mie tek-tek anglo lainnya, di sini yang berjualan adalah seorang perempuan yang terlihat sudah berumur.
Karena penasaran, tentu saja karena suka juga, Ami membeli satu porsi mie gorengnya. Dibungkus, karena anak-anak sudah terlihat ngantuk malam itu. Dan setelah dicoba, ternyata enak. Tidak seenak mie si Juki tentu saja, tapi bisa dibilang lumayan lah untuk mengisi kelangkaan penjual mie tek-tek di sekitar Alun-alun.

Untuk buburnya, saya pikir tidak terlalu istimewa. Hanya saja, memang sejak dulu ramai karena jarang sekali tukang bubur yang berjualan di malam hari. Pun begitu dengan nasi gorengnya, tidak ada yang bisa dijadikan catatan.
Tapi kedua makanan tadi sangat-sangat cukup untuk dinikmati, dengan harga yang juga sangat terjangkau.
Suasana pinggir jalan Asia-Afrika yang membuat kesemua sajian di sini istimewa. Saya adalah penggemar berat pedagang kaki lima dengan sajian mereka. Jadi sangat direkomendasikan untuk mencoba bersantap di sini, sambil menikmati suasana tengah kota Bandung di malam hari.
