Ramona
Ramona menekuk tubuhnya, tangannya mencengkram erat bahuku, nafasnya tertahan, matanya terpejam dengan mulut menganga. Seketika ia lemparkan kepalanya ke belakang, tubuhnya sekarang tercentang sempurna. Lengkuhan panjang menyertai lepasnya cengkraman jemari di pundakku, Ramona kini terlentang, tubuh kami licin karena peluh. Padahal ruangan itu berpengatur suhu. Detik-detik yang kami tunggu sejak kurang lebih satu jam yang lalu selesai, terlewati dan kami memuji Tuhan atas pemberianNya. “Ini, kita meraihnya, memilih satu dari jutaan atau bahkan lebih yang disediakanNya” kepala kami berjauhan, pinggul kami masih saling melekat, hanya karena aku tahan dengan kedua tangan. Di stereo, Joey Ramone mengawali Carbona Not Glue, Wondering what I’m doing tonight I’ve been in the closet and feel all right.. Peluh cepat mengering, kami memilih menyalakan rokok dan meminum sisa air di gelas masing-masing. Ramona duduk di ujung tempat tidur di depanku, sedikit membungkuk dengan tatapan kosong. aku sibuk mencoba membaca rajah serupa kalimat dengan tulisan sambung gaya lama di sisi kanan punggungnya. Hidup untuk diri sendiri dan apa yang diyakini. “Kita bisa saja setiap hari seperti ini, kapanpun kamu atau aku mau, kita bercinta. Dari matamu, itu yang kamu inginkan bukan?” Ramona memecah hening. Aku diam tak bersuara, asik memainkan bentuk asap rokok. “Tapi itu akan…
View the article